Karena harga yang murah, mainan buatan RRC banyak digemari oleh para konsumen, dan menduduki 80% pangsa pasar dunia. Menjelang tibanya gelombang belanja konsumtif dalam rangka natal, Tim Hunt yang bekerja di majalah Ethical Consumer menulis sebuah artikel di Webbell, yang isinya menghimbau agar para konsumen mengalihkan perhatian pada biaya-biaya tersembunyi yang ada di balik setiap produk tersebut: yakni efek pengrusakan berat terhadap lingkungan, dan pengeluaran biaya sosial yang sangat tinggi, terutama terhadap para buruh anak yang mengalami pemerasan yang sangat menyedihkan.
Buruh anak RRC mengalami pemerasan yang tidak semestinya.
Foto merupakan salah satu pabrik mainan di Provinsi Zhejiang. (GETTY IMAGES)
Di dalam kondisi yang diselimuti oleh bayangan gelap depresi ini, seiring dengan semakin dekatnya perayaan natal, Asosiasi Pedagang Retail Mainan Inggris mengumumkan sebuah daftar yang berisikan jenis mainan yang “terjangkau”. Namun majalah
Ethical Consumer menerbitkan sebuah laporan yang dengan langsung membeberkan, bahwa di balik semua mainan yang indah lagi murah tersebut tersembunyi biaya sosial dan lingkungan hidup yang tidak diketahui umum.
Harga murah produk tak layak, biaya terselubung yang mematikan
Dengan produk mainan robot Transformer produksi perusahaan mainan AS raksasa Hasbro Inc. sebagai contoh, disebutkan bahwa mainan tersebut diproduksi dengan menggunakan bahan PVC di RRC. Menurut informasi, bahan kimia ini mengandung unsur yang dapat mengakibatkan kanker, dan dalam proses produksi dapat menghasilkan emisi turunan beracun seperti zat merkuri dan lain sebagainya.
Hasbro membantah dengan mengatakan bahwa pihaknya telah “berhati-hati” dalam mempertimbangkan hal ini, dan produk mereka hingga saat ini tidak akan mengancam keselamatan anak -anak. Sebuah organisasi perlindungan lingkungan hidup di AS–“Pusat Keadilan dan Kesehatan Lingkungan” menekan-kan kembali, bahwa PVC yang ditambah Phthalates (unsur pelunak plastik) berlebihan, bahan-bahan kimia tersebut begitu mencair akan mengancam keselamatan anak-anak, Greenpeace menyebutnya sebagai “plastik beracun”.
Kenyataannya, bahaya dari Phthalates ini sudah sejak dini disoroti oleh kalangan produsen mainan Eropa dan sejumlah negara Uni Eropa, dan telah distandarisasi. Mereka secara khusus membatasi kandungannya dalam produksi mainan dan produk perlengkapan bayi, serta lingkup aplikasinya, pada 2005 dikeluarkan undang-undang larangannya, lalu pada 2007 undang-undang dilaksanakan secara ketat.
Di balik mainan murah RRC, berderai air mata darah buruh anak
Sebuah artikel menyebutkan, Hasbro telah menuai kritik keras akibat mengabaikan penyuplai China yang sangat buruk perilaku HAM-nya. Artikel menjelaskan bahwa mainan RRC mencakup 80% pangsa pasar dunia, namun di balik semua produk tersebut masalah HAM pada umumnya telah diabaikan. Dewan Buruh Nasional AS dalam laporannya “Mimpi Buruk di Sesame Street” tahun lalu telah menyampaikan sejumlah masalah yang berhubungan dengan hal ini. Artikel lebih lanjut mengecam perilaku para produsen di RRC yang melakukan penindasan
HAM terhadap para buruh anak.
Saat laporan tersebut dilansir, perusahaan pemasok bernama Kaida di RRC diketahui memiliki sejumlah buruh anak dan anak berusia kurang dari 16 tahun yang bekerja di pabrik itu. Lingkungan kerja di pabrik tersebut sangat berbahaya dan tidak manusiawi; buruh anak di situ sering terkena cairan pengencer dan pelapis kimia yang beracun, namun perusahaan hanya memiliki perangkat pelindung diri yang amat kasar. Setiap hari mereka bekerja selama 12 jam, 7 hari dalam seminggu, dan terus bekerja selama berbulan-bulan tanpa libur.
Saat menjelang puncak musim belanja perayaan natal, setiap anak bahkan dipaksa untuk menambah jam kerja hingga 19-23 jam sehari. Setelah dipotong biaya menginap dan makan, setiap anak setiap jamnya hanya memperoleh upah sebesar 0,28 dollar AS (sekitar Rp 2.800,-).
Beralih ke mainan yang manusiawi, wujud simpati nasib buruh anak China
Melihat keadaan sekarang, di bawah sistem pemerintahan PKC yang “partai tunggal besar” ini, masa depan para buruh anak tidaklah optimis. Laporan juga membimbing khalayak untuk berpikir: adanya pasar yang konsumtif telah memberikan kesempatan bagi para pengusaha nakal di RRC. Tim Hunt pun memberi contoh sejumlah mainan produk Jerman yang diproduksi dengan cara manusiawi dan harga yang tidak terlalu mahal, sebagai referensi bagi para konsumen:
Perusahaan mainan Jerman, Holz Toys, hanya menggunakan produk dari pabrik-pabrik di Eropa yang para karyawannya mendapatkan jaminan hak; selain itu, produk kayu dari Holz bahkan sudah memperoleh sertifikasi dari Dewan Pengelola Hutan yakni FSC, serta sesuai dengan prinsip hutan yang abadi.
Pertimbangan aspek manusiawi ini juga tidak hanya sebatas pada material yang dipergunakan saja. Mainan yang diproduksi oleh Maya Organic dihasilkan dari kayu lokal setempat, mengutamakan pada penebangan terhadap dahan pohon dan bukannya menebang keseluruhan pohon. Sebagai organisasi pelindung, FSC juga memberi sejumlah pabrik rekanan kecil dari Pakistan, India, dan negara lain, dalam hal pelatihan, penjualan dan memproduksi, tujuan utama untuk membantu rakyat di negera-negara itu agar dapat melepaskan diri dari kemiskinan, serta mendapat perlindungan atas hak sebagai buruh. Dan para penyalurnya juga termasuk perusahaan yang mempraktekkan konsep melindungi lingkungan hidup antara lain greenshop.co.uk dan juga littlegreenangels.com.
Selain produk mainan dari kayu, di situs internet juga dapat ditemukan tidak sedikit perusahaan yang memproduksi dengan bahan baku mainan lainnya yang sesuai dengan standar etika.
Situs internet milik Asosiasi Broadcasting RRC menunjukkan, dahulu proses konsumtif yang memenuhi selera dan kepentingan setiap pribadi di dalam masyarakat, seiring dengan perkembangan iptek informasi, subjektivitas konsumen dan bangkitnya pemahaman akan pelestarian lingkungan, berdasarkan konsep moral tertentu, pemikiran konsumen untuk mengonsumsi atau tidak, membuat suatu budaya konsumtif merembes masuk ke dalam keadilan, prinsip umum dan pemberian hak, secara perlahan memperlihatkan “nilai umum” konsep konsumtif.
Usulan yang direkomendasikan oleh Tim Hunt membuat orang balik berpikir makna dari “nilai umum” ini, dan kesempatan baik untuk menerapkan moralitas yang tinggi.